Anak-anak mari kita belajar sejarah. Sebagai warga Pati kita harus mengenal sejarah Pati. Dengan mempelajari sejarah kita akan mengenal asal usul Kabupaten Pati. Berikut ini adalah Sejarah Pati yang dirangkum dari wikipedia.org.
Sejarah
Kabupaten Pati berpangkal tolak dari beberapa gambar yang terdapat pada Lambang Daerah
Kabupaten Pati
yang sudah disahkan dalam Peraturan Daerah No. 1 Tahun 1971 yaitu
Gambar yang berupa: "keris rambut pinutung dan kuluk kanigara".
Menurut cerita rakyat yang terdapat juga pada kitab
Babat Pati
dan kitab Babat lainnya dua pusaka yaitu "keris rambut pinutung dan
kuluk kanigara" merupakan lambang kekuasan dan kekuatan yang juga
merupakan simbul kesatuan dan persatuan.
Barangsiapa yang memiliki dua pusaka tersebut, akan mampu menguasai
dan berkuasa memerintah di Pulau Jawa. Adapun yang memiliki dua pusaka
tersebut adalah
Raden Sukmayana penggede Majasemi andalan
Kadipaten Carangsoka.
Kekosongan pemerintahan di Pulau Jawa
Menjelang akhir abad ke XIII sekitar tahun 1292 Masehi di
Pulau Jawa vakum penguasa pemerintahan yang berwibawa.
Kerajaan Pajajaran mulai runtuh,
Kerajaan Singasari surut, sedang
Kerajaan Majapahit belum berdiri.
Di Pantai utara Pulau Jawa Tengah sekitar
Gunung Muria bagian Timur muncul penguasa lokal yang mengangkat dirinya sebagai
adipati, wilayah kekuasaannya disebut
kadipaten.
Ada dua penguasa lokal di wilayah itu yaitu.
Adipatinya bernama
Yudhapati, wilayah kekuasaannya meliputi sungai
Juwana ke selatan, sampai pegunungan Gamping Utara berbatasan dengan wilayah
Kabupaten Grobogan. Mempunyai putra bernama
Raden Jasari.
Adipatinya bernama:
Puspa Andungjaya, wilayah kekuasaannya meliputi utara sungai
Juwana sampai pantai Utara Jawa Tengah bagian timur.
Adipati Carangsoka mempunyai seorang putri bernama
Rara Rayungwulan
Kadipaten Carangsoka dan Paranggaruda Berbesanan
Kedua
Kadipaten
tersebut hidup rukun dan damai, saling menghormati dan saling
menghargai untuk melestarikan kerukunan dan memperkuat tali
persaudaraan, kedua adipati tersebut bersepakat untuk mengawinkan putra
dan putrinya itu. Utusan
Adipati Paranggaruda untuk meminang
Rara Rayungwulan
telah diterima, namun calon mempelai putri minta bebana agar pada saat
pahargyan boja wiwaha daup (resepsi) dimeriahkan dengan pagelaran wayang
dengan dalang kondang yang bernama "Sapanyana".
Untuk memenuhi bebana itu,
Adipati Paranggaruda menugaskan penggede kemaguhan bernama
Yuyurumpung agul-agul Paranggaruda. Sebelum melaksanakan tugasnya, lebih dulu Yuyurumpung berniat melumpuhkan kewibawaan
Kadipaten Carangsoka
dengan cara menguasai dua pusaka milik Sukmayana di Majasemi. Dengan
bantuan Sondong Majerukn kedua pusaka itu dapat dicurinya namun sebelum
dua pusaka itu diserahkan kepada Yuyurumpung, dapat direbut kembali oleh
Sondong Makerti dari Wedari. Bahkan Sondong Majeruk tewas dalam
perkelahian dengan Sondong Makerti. Dan Pusaka itu diserahkan kembali
kepada
Raden Sukmayana. Usaha Yuyurumpung untuk menguasai dan memiliki dua pusaka itu gagal.
Walaupun demikian
Yuyurumpung tetap melanjutkan tugasnya untuk mencari Dalang Sapanyana agar perkawinan putra
Adipati Paranggaruda tidak mangalami kegagalan (berhasil dengan baik).
Pada Malam pahargyan bojana wiwaha (resepsi) perkawinaan dapat
diselenggarakan di Kadipaten Carangsoka dengan Pagelaran Wayang Kulit
oleh Ki Dalang Sapanyana. Di luar dugaan pahargyan baru saja dimulai,
tiba-tiba mempelai putri meninggalkan kursi pelaminan menuju ke panggung
dan kemudian melarikan diri bersama Dalang Sapanyana. Pahargyan
perkawinan antara " Raden Jasari " dan " Rara Rayungwulan " gagal total.
Adipati Yudhapati
merasa dipermalukan, emosi tak dapat dikendalikan lagi. Sekaligus
menyatakan permusuhan terhadap Adipati Carangsoka. Dan peperangan tidak
dapat dielakkan. Raden Sukmayana dari
Kadipaten Carangsoka
memimpin prajurit Carangsoka, mengalami luka parah dan kemudian wafat.
Raden Kembangjaya (adik kandung Raden Sukmayana) meneruskan peperangan.
Dengan dibantu oleh Dalang Sapanyana, dan yang menggunakan kedua pusaka
itu dapat menghancurkan prajurit Paranggaruda.
Adipati Paranggaruda, Yudhapati dan putera lelakinya gugur dalam palagan membela kehormatan dan gengsinya.
Oleh
Adipati Carangsoka, karena jasanya Raden Kembangjaya dikawinkan dengan
Rara Rayungwulan kemudian diangkat menjadi pengganti
Carangsoka. Sedang dalang Sapanyana diangkat menjadi patihnya dengan nama "
Singasari ".
Kadipaten Pesantenan
Untuk mengatur pemerintahan yang semakin luas wilayahnya ke bagian selatan,
Adipati Raden Kembangjaya memindahkan pusat pemerintahannya dari Carangsoka ke Desa Kemiri dengan mengganti nama "
Kadipaten Pesantenan dengan gelar "
Adipati Jayakusuma di
Pesantenan.
Adipati Jayakusuma hanya mempunyai seorang putra tunggal yaitu "
Raden Tambra ". Setelah ayahnya wafat,
Raden Tambra diangkat menjadi Adipati Pesantenan, dengan gelar " Adipati Tambranegara ". Dalam menjalankan tugas pemerintahan
Adipati Tambranegara
bertindak arif dan bijaksana. Menjadi songsong agung yang sangat
memperhatikan nasib rakyatnya, serta menjadi pengayom bagi hamba
sahayanya. Kehidupan rakyatnya penuh dengan kerukunan, kedamaian,
ketenangan dan kesejahteraannya semakin meningkat.
Kabupaten Pati
Untuk dapat mengembangkan pembangunan dan memajukan pemerintahan di wilayahnya
Adipati Raden Tambranegara
memindahkan pusat pemerintahan Kadipaten Pesantenan yang semula berada
di desa Kemiri menuju ke arah barat yaitu, di Desa Kaborongan, dan
mengganti nama Kadipaten Pesantenan menjadi Kadipaten Pati.
Dalam prasasti Tuhannaru, yang diketemukan di desa Sidateka, wilayah
Kabupaten Majakerta yang tersimpan di museum Trowulan. Prasasti itu
terdapat pada delapan Lempengan Baja, dan bertuliskan huruf Jawa kuna.
Pada lempengan yang keempat antara lain berbunyi bahwa : ..... Raja
Majapahit, Raden Jayanegara menambah gelarnya dengan Abhiseka Wiralanda
Gopala pada tanggal
13 Desember 1323
M. Dengan patihnya yang setia dan berani bernama Dyah Malayuda dengan
gelar "Rakai", Pada saat pengumuman itu bersamaan dengan pisuwanan agung
yang dihadiri dari Kadipaten pantai utara Jawa Tengah bagian Timur
termasuk Raden Tambranegara berada di dalamnya.
Pati bagian dari Majapahit
Raja Jayanegara dari
Majapahit
mengakui wilayah kekuasaan para adipati itu dengan memberi status
sebagai tanah predikan, dengan syarat bahwa para adipati itu setiap
tahun harus menyerahkan Upeti berupa bunga.
Bahwa
Adipati Raden Tambranegara juga hadir dalam pisuwanan agung di
Majapahit
itu terdapat juga dalam Kitab Babad Pati yang disusun oleh K.M.
Sosrosumarto dan S. Dibyasudira, diterbitkan oleh Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1980. Halaman 34, Pupuh Dandanggula
yang lengkapnya berbunyi:
...Tan alami pajajaran kendhih, keratonnya ing tanah Jawa angalih
Majapahite, ingkang jumeneng ratu, Brawijaya ingkang kapih kalih, ya
Jaka Pekik wasta, putra Jaka Suruh, Kyai Ageng Pathi nama, Raden Tambranegara sumewa maring Keraton Majalengka.
Artinya Tidak lama kemudian Kerajaan Pajajaran kalah, Kerajaan Tanah Jawa lalu pindah ke
Majapahit, adapun yang menjadi rajanya adalah
Brawijaya II, yaitu Jaka Pekik namanya, putranya
Jaka Suruh. Pada waktu itu Kyai Ageng Pati, yang bernama
Tambranegara menghadap ke Majalengka, yaitu
Majapahit.
Berdasarkan hal tersebut, jelaslah bahwa
Raden Tambranegara Adipati Pati turut serta hadir dalam pisowanan agung di
Majapahit. Pisowanan agung yang dihadiri oleh
Raden Tambranegara ke Majapahit pada tanggal
13 Desember 1323, maka diperkirakan bahwa pindahnya
Kadipaten Pesantenan
dari Desa Kemiri ke Desa Kaborongan dan menjadi Kabupaten Pati itu pada
bulan Juli dan Agustus 1323 M (Masehi). Ada tiga tanggal yang baik pada
bulan Juli dan Agustus 1323 yaitu :
3 Juli,
7 Agustus dan
14 Agustus 1323.
Hari jadi Pati
Kemudian diadakan seminar pada tanggal
28 September 1993 di Pendopo
Kabupaten Pati yang dihadiri oleh para perwakilan lapisan masyarakat
Kabupaten Pati,
para guru sejarah SMA se Kabupaten Pati, Konsultan, Dosen Fakultas
Sastra dan Sejarah UNDIP Semarang, secara musyawarah dan sepakat
memutuskan bahwa pada tanggal 7 Agustus 1323 sebagai hari kepindahan
Kadipaten Pesantenan di Desa Kemiri ke Desa Kaborongan menjadi
Kabupaten Pati.
Tanggai
6 Agustus 1323 sebagai HARI JADI
KABUPATEN PATI telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor : 2/1994 tanggal
31 Mei 1994, sehingga menjadi momentum Hari Jadi
Kabupaten Pati
dengan surya sengkala " KRIDANE PANEMBAH GEBYARING BUMI " yang bermakna
" Dengan bekerja keras dan penuh do'a kita gali Bumi Pati untuk
meningkatkan kesejahteraan lahiriah dan batiniah ". Untuk itu maka
setiap tanggal 6 Agustus 1323 yang ditetapkan dan diperingati sebagai
"Hari Jadi
Kabupaten Pati".
Geografi
Sebagian besar wilayah Kabupaten Pati adalah dataran rendah. Bagian selatan (perbatasan dengan
Kabupaten Grobogan dan
Kabupaten Blora) terdapat rangkaian
Pegunungan Kapur Utara. Bagian barat laut (perbatasan dengan
Kabupaten Kudus dan
Kabupaten Jepara) berupa perbukitan. Bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Rembang. Sungai terbesar adalah
Sungai Juwana, yang bermuara di daerah
Juwana.
Ibukota Kabupaten Pati terletak tengah-tengah wilayah Kabupaten, berada di jalur
pantura Semarang-Surabaya, sekitar
75 km
sebelah timur Semarang. Jalur ini merupakan jalur ramai yang
menunjukkan diri sebagai jalur transit. Kelemahan terbesar dari jalur
ini adalah kecilnya jalan, hanya memuat dua jalur, sehingga untuk
berpapasan cukup sulit.
Terdapat sungai besar yaitu
Sungai Juwana.
Saat musim penghujan sudah terbiasa sungai ini meluap, sehingga
pemerintah Jawa Tengah membentuk lembaga yang berfungsi menanggulangi
banjir yang bernama Jatrunseluna.
Pembagian administratif
Kota-kota kecamatan lainnya yang cukup signifikan adalah
Juwana dan
Jaken disebelah timur,
Tayu di sebelah utara,dan
Kayen di bagian selatan. Untuk Juwana dan Tayu keduanya merupakan kota pelabuhan yang berada di pesisir
Laut Jawa. Sedangkan Kota Kayen berada di bawah
pegunungan Kendeng.
Di Kayen pula, berdiri RSUD milik pemerintah kabupaten dan merupakan
satu-satunya kecamatan di luar ibukota kabupaten yang memiliki fasilitas
RS milik pemerintah.
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Pati